Menulis memang tak semudah berbicara. Fakta membuktikan, mencari orator jauh lebih mudah bila dibanding mencari sang penulis. Ibaratnya, berdakwah lewat tutur kata tumbuh mengikuti deret ukur sementara itu, berdakwah lewat tutur pena mengikuti deret hitung.
Bagiku, pun demikian. Menulis memang susah, tak semudah dituturkan. Terlebih di awal belajar menulis. Susahnya sungguh luar biasa. Bahkan seringkali blank dan berhenti di tengah jalan. Lalu bagaimana solusinya?
Tentu saja, ya harus banyak berlatih, terus menulis dan gemar menulis. Awalnya memang berat, susah dan terkadang menjemukan. Lalu, jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?. Mulailah dari sekarang, meski itu berat. Lakukan dari sekarang, meski lelah dan tertatih-tatih.
Alhamdulillah, dalam kurun waktu 8 tahun. Kulalui aktivitasku sebagai guru yang suka menulis, meski tak setiap tahun menghasilkan karya, terlebih karya buku solo. Chemistry-ku di dunia literasi dimulai sejak tahun 2016. Dan di awal tahun 2017, alhamdulillah sudah mampu melahirkan karya solo yang tembus penerbit mayor, PT Elexmedia Komputindo Jakarta. Tentu saja, ini pencapaian besar. Terlebih bagiku yang hanya sebagai guru ndeso dengan chemistry nulis yang baru saja dimulai.
Pencapaian lahirkan karya yang tembus penerbit mayor inilah, yang akhirnya terus memotivasiku dan memompaku terus semangat lahirkan karya-karya berikutnya. Tak hanya mulai suka menulis, ikut ajang kompetisi, sudah mulai aku rintis. Awalnya sih, hanya ingin mencicipi, ingin merasakan aura berkompetisi. Meski terkadang, tak yakin dengan kualitas diri dan kemampuan. Namun it’s ok! Tak jadi masalah, kalau pun gagal, paling tidak sudah pernah mencoba dan mendapatkan pengalaman. Dari pengalaman itulah yang akan membuat siapa pun semakin matang dan banyak belajar. Bukankah pengalaman adalah guru terbaik? Begitulah kata bijak bestari yang sering aku dengar dan menjadi sandaran, pemompa motivasi diri ini.
Perjalanan menulisku tak semulus seperti apa yang ingin aku cita. Bahkan lebih banyak tersendatnya. Menjaga istikamah untuk selalu gemar menulis itulah yang menjadi batu sandungan terbesarnya. Menjaga ritme untuk tetap semangat dalam bertutur pena itu tidaklah mudah. Butuh kesungguhan dan pengendalian diri yang prima. Selama perjalanan yang berliku itulah, aku sesekali terus berkarya, meski tak rutin setiap tahunnya lahirkan karya buku solo.
Di saat karya solo tersendat, aku terus menyemangati diri, paling tidak karya antologi harus terus lestari dengan menjadi penyunting untuk buku antologi karya siswa-siswiku disamping tentu saja aktif diberbagai komunitas kepenulisan buku antologi. Alhamdulillah, berbekal 12 karya solo dan 32 karya antologi serta tulisan-tulisan di blog gurusiana, website madrasah, facebok pribadi dan berbagai portal berita online, seperti bumi nusantara, kemenag madrasah dan lainnya, menjadikannku semangat mengikuti event sejuta karya yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur tahun 2024.
Peserta yang mengikuti event ini diwajibkan untuk mengupload karya tulisnya di link google form yang telah disediakan. Jenis karya tulis diharuskan dalam 10 tahun terakhir. Macamnya pun beragam, bisa karya buku baik solo maupun antologi, Jurnal, Karya Ilmiah, APE, Media Pembelajaran maupun karya tulis lainnya seperti tulisan dalam blog, surat kabar, majalah dan sejenisnya.
Kesempatan ini tak kusia-siakan. Karya buku yang aku hasilkan mulai dari karya solo di Penerbit Mayor, Indie dan karya antologi serta beragam tulisan baik artikel maupun liputan kegiatan pun aku kirim. Tak ketinggalan pula, media pembelajaran yang pernah aku buat, seperti media TGT Spekta Around The Word, Ular Tangga, Aplikasi Picsay dan Saung Ekonomi serta media pembelajaran aplikasi robot jelajah peta. Beragam artikel dan liputan di majalah spirit kebanggaan madrasah MTs YKUI Maskumambang juga ikut mewarnai karya tulis yang aku upload. Total ada 75 karya tulis yang aku kirimkan dalam event sejuta karya GTK kali ini.
Melihat jumlah pesertanya, sungguh luar biasa. Guru-guru madrasah sungguh hebat tak terkira. Awalnya aku tak kepikiran bisa masuk dalam 10 penulis produktif. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat pesertanya sungguh amat banyak, tak terkira.
Berbekal kesungguhan dan berpikir positif. Akhirnya, pengumunan jumlah karya terbanyak pun disampaikan. Puji syukur namaku tercantum di daftar 10 penulis produktif, tepatnya diurutan nomor 6. Diurutan pertama ada sosok Ibu Nur Syamsuarini P.A., S.Ag dari MTs N 4 Surabaya dengan total karya lebih dari 200, lalu Muhammad Arwani, S.Pd.I dari MTs N 7 Kediri, Mukhoyyaroh, S.Ag., M.Pd.I (MTs N 8 Ngawi), Dyah Kurniawati, S.Pd (MTs N kota Madiun), dan Syaihul Muhlis, S.IP., M.Pd dari MAN 4 Kediri yang menempati urutan kelima.
Tentu saja, ini penghargaan yang luar biasa. Penghargaan ini dapat memompah semangat para peraih untuk semakin produktif lagi dalam berkarya. Sebagai guru, berkarya itu menjadi sebuah keniscayaan, keharusan yang mestinya diperjuangkan. Guru yang mampu berkarya, tentu saja manfaatnya akan jauh lebih besar. Siswanya tidak hanya di ruang kelas, namun juga dimana-mana. Siswanya tidak hanya ada di madrasah namun juga siswa dari para penikmat dan pembaca karya-karya tulisnya.